Top

Sosok Di Balik Suksesnya Tim Reyog UB

Kontingen Reyog Brawijaya Universitas Brawijaya (UB) berhasil mempertahankan gelar Juara Umum dalam Festival Nasional Reog (FNR) Ponorogo XXVI pada 26-30 Agustus 2019. Dengan ini Piala Presiden RI resmi menjadi milik UB.

Grup Reyog UB berhasil menyisihkan 34 peserta festival yang datang dari berbagai daerah di Indonesia, dan keberhasilan tersebut untuk yang ketiga kalinya secara berturut-turut sejak September 2017 yang lalu.

Keberhasilan ini tak lepas dari peran Dr.Eng. Ir. Denny Widhiyanuriyawan, ST., MT yang sudah berjuang sejak 2012 lalu. Disela-sela kesibukannya ia berhasil membina Grup Reyog UB ini sampai ke puncak.

Sebagai salah satu perintis dan pembina Reyog di UB, keberhasilan menjadikan Piala Presiden menjadi milik UB merupakan suatu kebanggaan tersendiri.

“Sejak mengikuti FNR ini kami sudah punya target, Piala Presiden harus menjadi milik UB, alhamdulillah, akhirnya tahun ini bisa kesampaian,” ujar Wakil Dekan Bidang Kemahasiwaan Fakultas Teknik UB ini bangga.

Meskipun ia merupakan warga asli Ponorogo, sejak kecil hingga menempuh S1 di Teknik Mesin UB dan S2 di Universitas Gadjah Mada tidak ada keinginan untuk terlibat di kesenian ini. Hingga ghirah untuk mendalami reyog ini muncul ketika menempuh studi doktornya di Pukyong National University, Busan, Korea Selatan, 2009 silam.

“Waktu itu saya melihat para tenaga kerja Indonesia (TKI) membawakan Bujang Ganong, salah satu bagian dari Reyog,” ujar dosen yang biasa menjadi juri Kompetisi Mobil Hemat Energi ini.

Penampilan para TKI itu membuat hatinya bergetar. Dalam pikirannya, betapa hebat para penari reog Ponorogo itu bisa tampil di negara orang lain.

Hingga akhirnya, pada 2012, sepulang dari Korea Selatan, Dr. Denny dihubungi oleh rekan-rekannya sesama warga Ponorogo yang ada di UB untuk mempertunjukkan reyog pada peringatan hari Korpri.

“Waktu itu Pak Rektor (Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito, MS, red.) dikukuhkan sebagai Warok, hingga mulailah kami merintis Unitantri sebagai wadah bagi penggiat tari reyog Ponorogo di UB. Saat itu bersama Prof. Marsoedi (guru besar Perikanan UB),” ujar dia.

Tahun 2013 Dr. Denny percaya diri memberangkatkan timnya ke FNR. ”Dengan segala keterbatasan, kali pertama ikut, kami dapat peringkat ketujuh,” ujar dia.

Ia mengungkapkan saat itu bahkan kostum saja harus pinjam sana sini. Bahkan saat ditanya apa nama reyognya, ditempat ia bilang, “Reyog Brawijaya dari UB“.

Tahun berikutnya, 2014, Unitantri gagal meraih peringkat. Tapi, kegagalan itu membuat Unitantri banyak belajar. Setelah 2015 dan 2016 menjadi runner-up, Rektor saat itu, Prof. Dr. Ir. Moh. Bistri, MS., memberikan seperangkat gamelan dan reyog.

“Tahun 2016 difasilitasi oleh Prof. Bisri, dan ini semakin menambah semangat tim, sehingga akhirnya tahun 2017 Reyog UB berhasil menjadi Juara Umum untuk pertama kalinya,” ungkapnya bangga.

Ditanya mengenai kendala yang ia hadapi selama membina tim ini, ia menyatakan, cukup sulit menjaga konsistensi dari tahun ke tahun. Selain itu bagaimana membuat koreografi yang benar-benar menampilkan cerita tarian reyog ini sendiri juga memerlukan tenaga dan pikiran ekstra.

”Semakin tahun kreativitasnya semakin tinggi. Tim dituntut untuk terus berkreasi dan bersaing dengan koreografi, di FNR 2019 ini sangat ketat penilaiannya,” kata dia.

Ia menambahkan, semakin tahun kesenian reyog semakin berkembang. Mulai yang awalnya seluruh penari adalah laki-laki, hingga terus berevolusi dengan masuknya penari perempuan.

Tim UB juga semakin berusaha keras dalam membuat koreografi yang meceritakan tiap-tiap bagian dan tokoh dalam tari reyog ini. Mulai dari Tari Kelono Sewandono, Warok Tua, Warok Muda (pasukan), Ganongan, Pasukan berkuda, dan Pembarong.

“Tantangannya adalah bagaimana menggabungkan keenam elemen itu menjadi suatu sajian yang menarik,” ujar Bapak dua anak ini.

Ditanya mengenai pengaruh mistis pada tari reyog, Dr. Denny menyanggah, ia membenarkan bahwa kalau dulu sekali memang masih ada ritual sebelum tampil, namun sekarang sudah murni kesenian.

“Sudah kesenian seluruhnya. Misalnya saja para  pembarong, pemeran yang bagian mengangkat dadak merak (topeng reyog yang beratnya 20-50kg) latihannya pakai ember ditarik gitu,” tukasnya.

Dr. Denny juga mengungkapkan bahwa berkesenian ini bisa memberikan efek berganda. Tak hanya melestarikan budaya, para anggota juga dibekali cara bekerja dengan tim, hingga bagaimana mengatur suatu tim yang besar.

“Tim manajerial tidak boleh sebagai pemain, mereka belajar bagaimana mengatur seratusan anggota dengan tugasnya masing-masing,” ujarnya saat ditemui di Gedung FTUB (2/Sep/2019).

Ia juga menegaskan, bagaimana perguruan tinggi harus bereran aktif dalam melestarikan budaya. Bagaimana menciptakan sosok yang berintelektual tinggi namun tak lupa dengan budayanya.

“UB sudah getol menjaring mahasiswa yang memiliki bakat seni, tak hanya akademis, segi sosial budaya juga sangat dipertimbangkan untuk menjadi mahasiswa UB,” kata dosen yang benkonsentrasi di bidang aliran dua fasa ini.

Siang itu ia berpesan agar para pelestari budaya, utamanya anggota Reyog UB untuk tetap semangat, karena mereka telah menciptakan suatu lintas sejarah untuk UB. Tak hanya melestarikan budaya, dengan itu nilai mereka di masa depan juga bertambah.

“Tim sudah sangat berjuang untuk mendapatkan Piala Presiden ini. Mereka tak lagi belajar ikhlas, tapi sudah menerapkan ikhlas. Tetap semangat! Saya yakin nilai anggota tim pasti semakin meningkat dengan semakin bertambahnya pengalaman,” tukasnya bangga.

Budaya menjadi salah satu nilai tambah yang menjadi daya tarik bagi perusahaan yang ingin merekrut. Bahkan kesenian asli Ponorogo ini juga sudah menarik minat internasional. Terbukti dengan diundangnya Tim Reyog UB pada pembukaan International Tourism Fair of Madagascar (ITM) pada 13 Juni yang lalu.

Sebagai warga asli ponorogo, Dr. Denny mengungkapkan keinginannya untuk menginternasionalkan reyog. Salah satunya melalui mahasiswa inbound maupun outbound.

“Banyak perusahaan yang ingin merekrut mereka karena kemampuannya. Tak hanya menarik perusahaan, kesenian ini juga menarik minat internasional. Semoga reyog semakin go international,” harapnya menutup wawancara dengan tim Humas FT siang itu. (mic)

Skip to content