Top

Mahasiswa UB Ciptakan Alat untuk Penderita Cedera Rahang

Kesadaran masyarakat tentang penyakit dalam ranah kedokteran gigi masih terbilang kurang. Salah satunya adalah TMD (Temporomandibular Disorder), yaitu gangguan temporomandibular yang ditandai dengan nyeri yang meliputi sendi temporomandibular, otot pengunyahan, atau otot yang mensarafi kepala dan leher.

TMD merupakan penyebab utama nyeri non-dental yang melibatkan daerah orofasial. Gangguan ini menempati urutan kedua setelah chronic low back pain sebagai kelainan yang menyebabkan rasa sakit dan disabilitas.

Salah satu faktor penyebab terjadinya TMD adalah meningkatnya aktivitas otot (hiperaktivitas) yang terjadi terus menerus dan menyebabkan kelelahan otot mengakibatkan gangguan inervasi saraf dan memicu rasa nyeri di area tersebut.

Pemeriksaan atau monitoring aktivitas otot pada penderita TMD adalah hal yang tidak kalah penting dilakukan sebagai upaya melakukan tindakan terapi yang sesuai untuk meredakan rasa nyeri.

Berdasarkan permasalahan tersebut, lima mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) menciptakan inovasi Therapy and Monitoring for Temporomandibular Disorder (TEAMMATE).

Kelima mahasiswa itu adalah Handal Wally Akbar (Teknik Elektro 2021), Moh. Hibaturrohman Bagasunni’am (Teknik Elektro 2021), Rizki Bagus Hadi Kusuma (Teknik Elektro 2021), Salsabila Nurrin Ananda (Kedokteran Gigi 2021), dan Salsa Adilla Ilianis (Kedokteran Gigi 2021).

Inovasi ini berupa alat monitoring dan terapi terintegrasi Internet of Things (IoT) yang terhubung dalam suatu aplikasi. Alat diciptakan sebagai upaya monitoring aktivitas otot dan analgesik non invasif untuk meredakan nyeri TMD.

Selain itu, disediakan informasi exercise sebagai terapi jangka panjang. Melalui aplikasi tersebut juga memudahkan komunikasi antara dokter dengan pasien TMD.

Di bawah bimbingan Ir. Nurussa’adah, M.T., karya ini berhasil meraih pendanaan riset dalam ajang Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta tahun 2023.

Meskipun gangguan temporomandibular kerap diabaikan oleh banyak orang, namun kondisi yang semakin lanjut dapat menurunkan kualitas hidup penderita.

“Jika berkelanjutan bisa melibatkan fungsi bicara dan kunyah, serta dapat mempengaruhi tumbuh kembang wajah atau rahang,” terang salah satu anggota tim Bagas.

Cara kerja TEAMMATE ada dua, ujar anggota tim yang lain, Nuril, yaitu sistem monitoring dan sistem terapi. Sistem monitoring direkam dengan menggunakan elektroda surface Elektromiografi (EMG) untuk mengetahui kondisi otot masseter dan otot temporalis ketika kontraksi dan relaksasi.

“Dengan adanya sistem monitoring tersebut. pengguna dapat mengetahui klasifikasi keparahan TMD melalui kondisi ototnya. Oleh karena itu, dokter juga dapat menyarankan aktivitas yang harus dihindari serta exercise yang tepat agar kelainan pada otot tidak semakin parah dan mengalami perbaikan kondisi,” ujar Salsa.

Pada sistem terapi dilakukan secara spontan dan jangka panjang. Terapi secara spontan dapat memanfaatkan metode TENS dengan output tegangan sebesar 0-50 Volt dan frekuensi sebesar 100 Hz yang terdapat pada faceband TEAMMATE.

Dengan durasi waktu penggunaan 15-25 menit yang akan ditentukan oleh dokter penanggung jawab, terapi ini bertujuan untuk meredakan rasa nyeri. Terapi jangka panjang menggunakan fitur exercise yang terdapat pada aplikasi TEAMMATE.

“Kami mendesain TEAMMATE secara ergonomis sehingga pengguna nyaman ketika memakai alat tersebut. Selain itu, kami membuatnya agar cocok di berbagai ukuran kepala. Ukuran alat ini tidak terlalu besar sehingga dapat digunakan kapanpun dan dimanapun ketika penderita TMD merasa nyeri,” ungkap Bagus.

TEAMMATE dapat memberikan informasi terkait riwayat kelainan kontraksi atau relaksasi otot pengunyahan pada penderita TMD dengan adanya sistem monitoring.

Selain itu, TEAMMATE dapat membantu dokter mengetahui kondisi otot pengunyahan pasien dan merekomendasikan exercise yang tepat dari hasil pembacaan monitoring sensor elektromiografi dengan dipantau dokter dari jarak jauh secara real time..

“Pengguna dapat menerapkan penggunaan sensor elektromiografi untuk mengetahui aktivitas otot rahangnya. Ketika terjadi aktivitas otot rahang yang abnormal, maka pada aplikasi dokter akan muncul data aktivitas otot tersebut sehingga dapat menyarankan terapi yang harus dilakukan,” terang Handal sebagai ketua tim.

“TEAMMATE sangat berpotensi untuk diperjualbelikan. Pengembangan berikutnya, dimensi electrical box TEAMMATE akan diperkecil, menambahkan rangkaian step up pada PCB TEAMMATE, membuatnya lebih ringan untuk meningkatkan kenyamanan pemakaian,” beber Ir. Nurussa’adah, M.T. sebagai pembimbing utama.

Penambahan penerapan Artificial Intelligence pada TEAMMATE membuat teknologi TEAMMATE semakin akurat dan efektif dalam segi pengolahan data untuk informasi kondisi pasien.

TEAMMATE menghadirkan suatu inovasi yang menjadi solusi untuk permasalahan TMD,  ditujukan untuk menghambat rasa nyeri sebagai pengganti penggunaan analgesik, dapat dimonitoring secara real time. dan digunakan dimana saja karena terintegrasi melalui aplikasi yang terhubung dengan dokter.

TEAMMATE berpotensi menjadi salah satu solusi yang dapat digunakan secara luas dalam membantu dokter gigi untuk memberikan saran kepada penderita TMD dalam melakukan aktivitas monitoring sekaligus saran terapi secara berkala dimanapun dan kapanpun secara mandiri, dengan tetap dalam pengawasan dokter penanggung jawab.

Skip to content